Harian
: Koran Sindo, 05
November 2014
Tema
Artikel : Korupsi
Judul Artikel : “Faktur Pajak Palsu Libatkan Jaringan”
Isi Artikel :
JAKARTA - Direktorat Jenderal Pajak
terus berupaya meningkatkan penerimaan pajak. Salah satunya dengan menertibkan
faktur pajak palsu yang merugikan negara miliaran rupiah.
Direktur Intelijen dan Penyidikan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Yuli Kristiyono mengatakan, selama ini kasus yang ditangani sekitar 40%-nya adalah masalah faktur pajak yang tidak sesuai dengan yang sebenarnya atau palsu. Dia mengakui, dari persentase sebanyak itu, baru 10% yang diselesaikan. “Jaringannya cukup banyak karena melibatkan penerbit faktur pajak,” ujar Yuli saat konferensi pers di Kantor Ditjen Pajak, Jakarta, kemarin.
Terkait penertiban faktur pajak palsu, Ditjen Pajak bersama Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Polri barubaru ini menangkap sepuluh orang pelanggar pajak dalam kurun waktu 27-31 Oktober 2014. Mereka diduga terlibat dalam penerbitan faktur pajak yang tidak berdasarkan transaksi sebenarnya. Kesepuluh orang tersebut, ujar dia, empat orang di antaranya merupakan jaringan penerbit faktur pajak. Sedangkan yang lainnya, berperan sebagai kuriryangbertugasmenyampaikan surat pemberitahuan (SPT) ke kantor pelayanan pajak.
Direktur Intelijen dan Penyidikan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Yuli Kristiyono mengatakan, selama ini kasus yang ditangani sekitar 40%-nya adalah masalah faktur pajak yang tidak sesuai dengan yang sebenarnya atau palsu. Dia mengakui, dari persentase sebanyak itu, baru 10% yang diselesaikan. “Jaringannya cukup banyak karena melibatkan penerbit faktur pajak,” ujar Yuli saat konferensi pers di Kantor Ditjen Pajak, Jakarta, kemarin.
Terkait penertiban faktur pajak palsu, Ditjen Pajak bersama Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Polri barubaru ini menangkap sepuluh orang pelanggar pajak dalam kurun waktu 27-31 Oktober 2014. Mereka diduga terlibat dalam penerbitan faktur pajak yang tidak berdasarkan transaksi sebenarnya. Kesepuluh orang tersebut, ujar dia, empat orang di antaranya merupakan jaringan penerbit faktur pajak. Sedangkan yang lainnya, berperan sebagai kuriryangbertugasmenyampaikan surat pemberitahuan (SPT) ke kantor pelayanan pajak.
“Dari 10 orang tersebut, tujuh orang berstatus tersangka dan telah
ditahan di Bareskrim Polri karena ada bukti kuat. Tiga lainnya masih bertindak
sebagai saksi,” ujar Yuli. Yuli menjelaskan, dari empat jaringan penerbit
faktur pajak tersebut, dua jaringan telah menimbulkan kerugian pada pendapatan
negara sekitar Rp41 miliar. Sedangkan, dua jaringan lainnya saat ini sedang
dalam pengembangan kasus. Dia menambahkan, potensi penerimaan negara dari
faktur pajak bisa mencapai Rp500 miliar.
Namun, hingga periode Januari-Juni 2014 wajib pajak yang melaporkan faktur pajak baru sekitar Rp93 miliar. “Keempat jaringan penerbit faktur pajak ini tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya atau diduga pesanan dari perusahaan-perusahaan besar aktif yang tersebar di wilayah Indonesia,” ucapnya.
Namun, hingga periode Januari-Juni 2014 wajib pajak yang melaporkan faktur pajak baru sekitar Rp93 miliar. “Keempat jaringan penerbit faktur pajak ini tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya atau diduga pesanan dari perusahaan-perusahaan besar aktif yang tersebar di wilayah Indonesia,” ucapnya.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6/1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah melalui Undang-Undang Nomor 16/2009,
tindak pidana penerbitan faktur pajak yang tidak berdasarkan transaksi akan
diancam pidana penjara paling lama enam tahun penjara. Pelaku juga dikenakan
denda paling sedikit dua kali jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti pemungutan
pajak, bukti pemotongan pajak, dan atau bukti setoran pajak.
Di tempat yang sama Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Humas Direktorat Jenderal Pajak Wahyu K Tumakaka mengatakan, Direktorat Jenderal Pajak melalui penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) akan menerapkan ketentuan dalam tindak pidana pencucian uang (TPPU) sebagaimanatelahdiberikanwewenang berdasarkan Undang- Undang Nomor 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.
Di tempat yang sama Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Humas Direktorat Jenderal Pajak Wahyu K Tumakaka mengatakan, Direktorat Jenderal Pajak melalui penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) akan menerapkan ketentuan dalam tindak pidana pencucian uang (TPPU) sebagaimanatelahdiberikanwewenang berdasarkan Undang- Undang Nomor 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.
“Ditjen Pajak bersama Bareskrim Polri sebelumnya juga telah
melaksanakan tindak pidana di bidang perpajakan dengan jumlah kasus sebanyak 57
kasus selama tahun 2014. Dari penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan
oleh PPNS Ditjen Pajak, 13 kasus telah disidangkan oleh pengadilan negeri dan
seluruh terdakwa dinyatakan terbukti bersalah,” ucapnya.
Dia juga mengingatkan kepada seluruh wajib pajak agar tidak melakukan
transaksi dengan memanfaatkan faktur pajak yang tidak sesuai dengan transaksi
sebenarnya dalam memperoleh keuntungan tambahan. “Yang jelas, dengan didukung
Bareskrim Polri, kita akan terus melakukan penegakan hukum, baik itu terhadap
penerbit, pengedar, maupun pengguna faktur pajak yang tidak sesuai transaksi
sebenarnya,” pungkas dia.
Pembahasan
: 1. Prinsip Tanggung Jawab Profesi
Dalam kasus ini orang-orang tersebut tidak menggunakan pertimbangan
moral dan profesional dalam melakukan hal tersebut sehingga muncul pembuatan
faktur pajak palsu dan merugikan negara sebanyak 41 miliyar.
2.
Prinsip
Kepentingan Publik
Dalam kasus ini jelas bahwa pihak pihak tersebut tidak memperhatikan
kepentingan publik melainkan kepentingan sendiri yang merugikan publik. Dan juga
tidak menunjukkan komitmen mereka atau profesionalisme dari pekerjaan mereka.
3.
Prinsip
Integritas
Dalam kasus ini pihak pihgak tersebut tidak memiliki
integritas dalam melakukan perannya. Dengan menggelapkan pajak yang merupakan
pendapatan negara sebesar 4,1 miliyar milik negara menunjukan bahwa orang orang
tersebut bertindak tidak jujur untuk memuaskan kepentingan pribadi.
4. Prinsip
Objektivitas
Pihak tersebut tidak memelihara objektifitas dalam melakukan
perannya. Dalam membuat faktur pajak palsu beberapa pihak tersebut tidak
melakukan pekerjaan secara adil dan tidak jujur.
5. Prinsip
Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
Pembuatan
faktur pajak palsu dinilai tidak menunjukan kompetensi dan ketekunan dalam akuntansi.
Seseorang yang melakukan pelanggaran dinilai tidak kompeten karena sesuatu yang
bersifat kompeten menghasilkan sesuatu yang baik bukan hanya untuk diri sendiri,
tetapi untuk orang lain.
6.
Prinsip Kerahasiaan
Dalam hal kerahasiaan, pihak
tersebut melakukan kerahasiaan yang melanggar kode etik. Menggelapkan pajak secara
rahasia dan pada akhirnya merugikan negara tidak menunjukan kerahasiaan dalam
prinsip kode etik akuntan.
7. Prinsip
Perilaku Profesional
Dalam prinsip perilaku
profesional, pihak tersebut tidak berperilaku konsisten. Pihak pihak tersebut adalah
lembaga yang dipercaya pemerintah untuk mengelola pajak dengan baik, seharusnya
pihak tersebut menajaga kepercayaan pemerintah dan masyarakat yang diberikan
dengan tidak melakukan penggelapan dana pajak yang merugikan negara dan
masyarakat.
8. Prinsip
Standar Teknis
Apa
yang telah dilakukan oleh beberapa pihak tersebut tidak menunjukkan relevansi
dari perbuataannya terhadap standar teknis yang ada sesuai dengan IAI dan
peraturan perundang-undangan.