Selasa, 30 April 2013

Contoh Kasus Bisnis Online


Tugas Softskill
Nama  : Achmad Izhar Syahrani
NPM   : 20211075
Kelas   : 2EB20

CONTOH KASUS BISNIS ONLINE

Sebagian orang mendefinisikan bahwa bisnis online adalah sesuatu aktifitas bisnis baik jasa maupun produk yang ditawarkan melalui media internet mulai dari negoisasi hingga kegiatan transaksinya, seperti menjual software, ebook dan sejenisnya tanpa harus bertatap muka dengan customer.Saya sendiri cenderung lebih setuju apabila Bisnis Online didefinisikan sebagai “sesuatu aktifitas bisnis yang sebagian atau seluruh kegiatannya dilakukan melalui media internet” apapun jenis bisnisnya dari mulai menjual hasil bumi hingga mobil. Dengan kata lain meski kita hanya seorang marketing dari sebuah perusahaan dan melakukan aktifitas marketing melalui media internet, bisa disebut sebagai pelaku bisnis online.


Kasus ini diambil dari postingan F. David Talalo diforum Fotografer.net.
Ada seorang pelanggan yang tertarik dan tergiur dengan iklan  penawaran kamera digital SLR di TokoBagus.com. Disitu ditawarkan oleh seorang pengiklan yang bernama Charles Zhang yang berdomisili di Medan, Sebuah Kamera Digital SLR NIKON D200 Body Only hanya seharga 2.8jt, disitu pengiklan menyertakan alamat lengkapn beserta nama tokonya Miracle Komputer di Shopping Center YUKI Suka Ramai Lt.2 No.29 dan dengan nomor Telp : 061-76503903.
Salahnya si peminat ini sudah terlanjur mentransfer uang sejumlah 2.8jt ke rekening milik Bpk. Syukran, baru kemudian setelah dikonfirmasi dari pihak mall di medan yang menyatakan bahwa toko tersebut sudah tutup, barang tidak sampai ke tangan, nota pembelian pun tidak di fax, dan uang 2.8jt pun lenyap. 

Tanggapan Menurut saya adalah : jangan mudah percaya terlebih dahulu, jangan dulu menyetorkan sebagian uang sebelum barang ditangan. hati - hati dan jangan sampai hal seperti ini terjadi lagi.

Undang - Undang Monopoli dan Oligopoli


Tugas Softskill
Nama  : Achmad Izhar Syahrani
NPM   : 20211075
Kelas   : 2EB20

MONOPOLI
Dimasa  orde baru Soeharto misalnya, dimasa itu sangat banyak terjadi monopoli, oligopoli dan perbuatan lain yang menjurus kepada persaingan bersifat curang. Bahkan dapat dikatakan  bahwa keberhasilan para petinggi besar di indonesia juga bermula dari tindakan monopoli dan oligopoli yang dibiarkan oleh pemerintah kala itu.
Namun para praktis maupun teoritis hukum dan ekonomi baru bisa membuat sebuah undang – undang anti monopoli dan oligopoli disaat lengsernya mantan presiden soeharto pada saat reformasi.
Maka dibuatlah sebuah Undang – Undang Anti Monopoli No.5 tahun 1999. Ketentuan tentang anti monopoli tersebut, diatur dalam ketentuan – ketentuan sebagai berikut :
a.       Undang – Undang No.5 tahun 1984 tentang perindustrian diatur dalam Pasal 7 ayat (2) dan (3), Pasal 9 ayat (2)
b.      Kitab Undang – Undang hukum pidana terdapat satu pasal, yaitu Pasal 328 bis
c.       Undang – Undang Perseroan Terbatas No.1 tahun 1995 ketentuan monopoli diatur dalam Pasal 104 ayat (1)
Undang – undang Anti Monopoli No.5 tahun 1999 memberi arti kepada “monopolis” sebagai penguasa atas produksi dan atau pemasaran barang atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha / kelompok pelaku usaha (pasal 1 ayat (1) undang – undang anti monopoli).
Sementara yang dimaksud dengan “praktek monopoli” adalah suatu pemusatan ekonomi oleh salah satu atau lebih pelaku yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan jasa tertentu sehingga menimbulkan suatu persaingan usaha secara tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum.
Sesuai dalam (pasal 1 ayat (2) undang – undang anti monopoli). Dengan demikian undang – undang memberikan arti kepada posisi dominan atau perbuatan anti persaingan lainnya mencakup baik kompetisi yang “interbrand” (kompetisi diantara produsen produk yang generiknya sama) melarang satu perusahaan menguasai 100 % pasar. Maupun kompetisi yang “intrabrand” (kompetisi diantara distributor atas produk dari produsen tertentu). (Munir Fuady 2003: 6)
RUANG LINGKUP HUKUM ANTI MONOPOLI
Undang – undang anti monopoli di indonesia, suatu monopoli dan monopsoni terjadi jika terdapatnya penguasaan pasar lebih dari 50% (pasal 17 ayat (2) juncto pasal 18 ayat (2)) undang – undang no.5 tahun 1999.
Dalam pasal 17 ayat (1) undang – undang anti monopoli dikatakan bahwa “pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan pasar atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila :
a.       Barang atau jasa yang bersangkutan belum ada subtitusinya.
b.      Mengakibatkan pelaku usaha lain tidak dapat masuk kedalam persaingan usaha barang atau jasa yang sama.
c.       Satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.

OLIGOPOLI
Pasar oligopoli dari segi bahasa berasal dari kata “Olio” yang berarti beberapa dan “Poli” yang artinya penjual. Jadi oligopoli adalah pasar dimana penawaran satu jenis barang dikuasai oleh beberapa perusahaan. Umumnya jumlah perusahaan lebih dari dua, tetapi kurang dari sepuluh.
Dalam pasar oligopoli, setiap perusahaan memposisikan dirinya sebagai bagian yang terikat dengan permainan besa, dimana keuntungan yang mereka dapatkan tergantung dari tindak – tanduk pesaing merek. Sehingga semua usaha promosi, iklan, pengenalan produk baru, perubahan harga, dan sebagainya dilakukan dengan tujuan untuk menjauhkan konsumen dari pesaing mereka.
Praktik oligopoli umumnya dilakukan sebagai salah satu upaya untuk menahan perusahaan potensial untuk untuk masuk kedalam pasar, dan juga perusahaan – perusahaan melakukan oligopoli sebagai salah satu usaha untuk menikmati laba normal dibawah tingkat maksimum dengan menetapkan harga jual terbatas, sehingga menyebabkan kompetisi harga diantara pelaku usaha yang melakukan praktik oligopoli menjadi tidak ada.
Struktur pasar oligopoli umumnya terbentuk pada industri – industri yang memiliki capital intensive yang tinggi, seperti, industri semen, industri mobil, dan industri kertas.
Dalam Undang – Undang No. 5 Tahun 1999, Oligopoli diklompokkan ke dalam kategori perjanjian yang dilarang, padahal umumnya ologopoli melalui keterkaitan reaksi, khususnya pada barang – barang yang bersifat homogen atau identik dengan karte, sehingga ketentuan yang mengatur mengenai oligopoli ini sebaiknya digabung dengan ketentuan yang mengatur mengenai kartel.

Sumber : Wikipedia


Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia


Tugas Softskill
Nama  : Achmad Izhar Syahrani
NPM   : 20211075
Kelas   : 2EB20

YLKI ( YAYASAN LEMBAGA KONSUMEN INDONESIA)

Adalah sebuah organisasi non pemerintah dan nirlaba yang didirikan pada Tanggal 11 Mei 1973.
Tujuan didirikannya YLKI adalah untuk meningkatkan kesadaran kritis konsumen tentang hak dan tanggung jawabnya sehingga dapat melindungi dirinya sendiri dan lingkungannya.
Pada awalnya YLKI berdiri karena keprihatinan sekelompok Ibu – Ibu akan kegemaran konsumen Indonesia pada waktu itu dalam mengkonsumsi produk luar negeri. Terdorong oleh keinginan agar produk dalam negeri mendapat tempat dihati masyarakat indonesia, maka para pendiri YLKI tersebut menyelenggarakan aksi promosi berbagai jenis hasil industri dalam negeri.
Pada tahun ini, YLKI baru – baru ini menyikapi hal tentang kenaikan harga BBM pada kendaraan roda empat. Menurut YLKI kenaikan harga BBM pada kendaraan roda empat akan mematikan Angkutan Umum, mengapa begitu ?
Karena mau tidak mau karena akibat dari kenaikan harga BBM pada kendaraan roda empat, para supir dan kenek Angkutan Umum juga harus menaikkan tarif ongkos angkutan mereka, dari semula misalkan Rp. 3.000 kini menjadi Rp. 4.000. Hal ini tentu menjadi masalah untuk masyarakat yang kurang mampu karena ini akan memberatkan mereka.
Tetapi kembali lagi kepada permasalahan diawal, angkutan tersebut juga terpaksa menaikkan harga tarif angkutan mereka tersebut dikarenakan untuk memenuhi kebutuhannya juga, andai para angkutan tidak menaikkan harga ongkos tarif angkutan, maka mereka akan rugi dan terbebani dengan tingginya biaya untuk membeli BBM yang harganya sudah mengalami kenaikkan, berbeda dengan ketika harga BBM masih diangka Rp. 4.500.

Sumber : Wikipedia_YLKI

Aturan Hukum Hak - Hak Konsumen


Tugas Softskill
Nama  : Achmad Izhar Syahrani
NPM   : 20211075
Kelas   : 2EB20

Perlindungan konsumen adalah perangkat hukum yang diciptakan untuk melindungi dan terpenuhinya hak konsumen. Sebagai contoh, para penjual diwajibkan menunjukkan tanda harga sebagai tanda pemberitahuan kepada konsumen.
Perangkat hukum
Indonesia
UU Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Republik Indonesia menjelaskan bahwa hak konsumen diantaranya adalah hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi barang dan atau jasa; hak untuk memilih barang dan atau jasa serta mendapatkan barang dan atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan; hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian, apabila barang dan atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya; dan sebagainya.
Di Indonesia, dasar hukum yang menjadikan seorang konsumen dapat mengajukan perlindungan adalah:
  • Undang Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1), pasal 21 ayat (1), Pasal 21 ayat (1), Pasal 27 , dan Pasal 33.
  • Undang Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1999 No. 42 Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia No. 3821
  • Undang Undang No. 5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Usaha Tidak Sehat.
  • Undang Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbritase dan Alternatif Penyelesian Sengketa
  • Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan Pengawasan dan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen
  • Surat Edaran Dirjen Perdagangan Dalam Negeri No. 235/DJPDN/VII/2001 Tentang Penangan pengaduan konsumen yang ditujukan kepada Seluruh dinas Indag Prop/Kab/Kota
  • Surat Edaran Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri No. 795 /DJPDN/SE/12/2005 tentang Pedoman Pelayanan Pengaduan Konsumen

Hak-Hak Konsumen

Sesuai dengan Pasal 5 Undang-undang Perlindungan Konsumen, Hak-hak Konsumen adalah :
1.        Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
2.        Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai   dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
3.       Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
4.       Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
5.       Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
6.        Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
7.        Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
8.        Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi/penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
9.        Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Kesembilan hak konsumen tersebut yang makin perlu secara kontinu disosialisasikan kembali oleh pebisnis bersama media, YLKI, penegak hukum, pengacara, dan pengamat, terutama di daerah, agar tetap sadar adanya hak-hak konsumen yang terhitung "demand side" dari perekonomian, yakni masyarakat konsumen dan umum. Makin sadar akan hak dan kewajiban kedua pihak, "supply side" dan "demand side", maka semakin berbudaya kehidupan bangsa ini.

Sebagai bahan pembanding, yang pernah dijadikan referensi Lembaga Konsumen negeri ini, adalah hak-hak dasar umum yang diakui secara internasional. Hak-hak tersebut pertama kali disuarakan oleh John F. Kennedy, Presiden Amerika Serikat (AS), pada tanggal 15 Maret 1962 melalui "A special Message for the Protection of Consumer Interest" yang dalam masyarakat internasional lebih dikenal dengan "Declaration of Consumer Right". Dalam literatur umumnya disebut "empat hak dasar konsumen" (the four consumer basic rights). Hak-hak dasar yang dideklarasikan meliputi:
1.        Hak untuk mendapat/memperoleh keamanan (the right to safety). Konsumen memiliki hak untuk memperoleh perlindungan atas keamanan produk dan jasa. Misalnya, makanan dan minuman yang dikonsumsi harus aman bagi kesehatan konsumen dan masyarakat umumnya. Produk makanan yang aman berarti produk tersebut memiliki standar kesehatan, gizi dan sanitasi serta tidak mengandung unsur yang dapat membayakan manusia baik dalam jangka pendek maupun panjang. Di AS hak ini merupakan hak pertama dan tertua serta paling tidak kontroversial karena hak ini didukung dan disetujui oleh kalangan bisnis dan konsumen atau yang dikenal sebagai pemangku kepentingan (stake holders).

2.       Hak untuk memilih (the right to choose). Konsumen memiliki hak untuk mengakses dan memilih produk/jasa pada tingkat harga yang wajar. Konsumen tidak boleh ditekan atau dipaksa untuk melakukan pilihan tertentu yang akan merugikan dirinya. Jenis pasar yang dihadapi konsumen akan menentukan apakah konsumen bebas memilih atau tidak suka membeli produk atau jasa tertentu. Namun, dalam struktur pasar monopoli, konsumen dan masyarakat umum digiring berada dalam posisi yang lemah dengan resiko mengalami kerugian bila tidak memilih atau membeli produk dan jasa dari kaum monopolis.

3.        Hak untuk memperoleh informasi (the right to be informed). Konsumen dan masyarakat memiliki hak untuk memperoleh informasi yang sejelas jelasnya tentang suatu produk/jasa yang dibeli atau dikonsumsi. Informasi ini diperlukan konsumen atau masyarakat, agar saat memutuskan membeli tidak terjebak dalam kondisi resiko yang buruk yang mungkin timbul. Artinya, konsumen memiliki hak untuk mengetahui ciri/atribut negatif dari suatu produk, misalnya efek samping dari mengkonsumsi suatu produk, dan adanya peringatan dalam label/kemasan produk.


4.        Hak untuk didengarkan (right to be heard). Konsumen memiliki hak untuk didegarkan kebutuhan dan klaim, karena hak ini terkait dengan hak untuk memperoleh informasi.
Walaupun perlindungan konsumen sudah diatur oleh UUPK. Namun, masih ada saja pelaku pe-bisnis manufaktur, distribusi, dunia perbankan dan jasa lainnya acap kali tidak berorientasi pada konsumen dan atau membiarkan bawahan atau cabang atau penyalur mencari lubang ketidaktahuan konsumen tentang hak hak konsumen yang sengaja ditutupi tutupi demi memperoleh laba .

Tidak ada salahnya kalau secara periodik manajemen baik pucak maupun menengah bisnis yang merasa profesional belajar kembali ke serangkaian konsep dasar hak-hak konsumen sebelum mensosialiasikan pada masyarakat konsumen dengan "plan and program" terjadwal yang bukan bersifat "pameran omong kosong" dan cari nama saja. Inilah wujud saling menghargai pelaku "supply dan demand" (co-creation of values) dalam perekonomian.

PERLINDUNGAN HAK KONSUMEN
Mengingat bahwa betapa pentingnya hak-hak konsuen, sehingga melahirkan presepsi bahwa hak-hak konsumen merupakan Generasi keempat Hak Asasi Manusia yang merupakan kata kunci dalam konsepsi hak asasi dalam perkembangan umat manusia tidak cukup hanya yang akan datang. Hak konsuen dalam artian yang luas ini dapat disebut juga sebagai diensi baru hak asasi manusia yang tubuh dan harus dilindungi dari kemungkinan penyalahgunaan atau tindakan sewenang-wenang dalam hubungan kekuasaan yang bersifat horizontal antara pihak produsen dengan konsumennya.


Secara historis mengenai hak-hak dasar konsumen pertama kali dikemukakan oleh Presiden Amerika Serikat Jhon F. Kenedy saat menyampaikan pidato revolusioner di depan kongres (US Congrest) pada tanggal 15 Maret 1962 tentang Hak Konsumen, yang diberi judul A Special Massage of Protection the Consumer Intereset atau lebih dengan nama “Declaration of Consumer Right”. Menurut Presiden Jhon F. Kennedy ada 4 hak dasar konsumen yaitu:

1.     The right of safety (hak atas keamanan)
2.     The right to choose (hak untuk memilih)

3.     The right tobe informed (hak ntuk mendapatkan Informasi)

4.     The right tobe heard (hak untuk didengar pendapatnya)

Kemudian muncul beberapahak konsumen lainnya yang dideklarasikan oleh beberapa organisasi dunia, diantranya ialah:

  • PBB pada tanggal 10 Desember 1948, menyadurkan mengenai 4 hak konsumen diantaranya ialah hak ganti rugi, hak pendidikan konsumen, hak atas pemenuhan, dan hak atas lingkungan yang sehat.
  •  Internasional Organization of Consumer Union menambhkan 4 dasar hak konsumen, yaitu hak untuk memperoleh kebutuhan hidup, hak untuk memperoleh ganti rugi, hak untuk memperoleh pendidikan konsumen, hak untuk memperoleh lingkungan hidup yang bersih dan sehat.
Pada tanggal 15 Maret 1983, Hak Konsumen akhirnya diterima secara prinsip oleh pemerintah seluruh dunia dalam Sidang Majelis Umum PBB (UN General Assembly) dan 15 Maret 1883 ditetapkan sebagai Hari Hak Konsumen Dunia. Semua ini dilakukan untuk meningkatkan dan memperkuat perlindungan hukum bagi kelanjutan gerakan konsumen di dunia.

Dalam pembangunan perekonomian nasional pada era globalisasi harus dapat mendukung mendukung tumbuhnya dunia usaha sehingga mampu menghasilkan beraneka ragam produk yang memilki kandungan tekhnologi yang dapat meningkatkan kesejahteraan masayrakat banyak dan sekaligus mendapatkan kepastian kesejahteraan masyarakat banyak dan sekaligus mendapatkan kepastian atas produk yang diperoleh dari perdagangan tanpa mengakibatkan kerugian konsumen.

Untuk itu diperlukan instrumen perundang-undangan untuk melindungi serta mewujudkan keseimbangan perlindungan kepentingan konsumen dan produsen dalam perekonomian Maka Pemerintah Indonesia meresmikan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. UU No. 8 Tahun 1999 memiliki tujuan untuk mengatur perilaku produsen atau pelaku usaha makanan agar tujuan konsumen dapat dipenuhi dan dilindungi secara hukum yang berimbang. Dengan berlakunya UU No. 8 Tahun 1999 diharapkan menciptakan norma hukum konsumen yang mampu melindungi konsumen dari segala tindakan illegal pelaku produsen dan sebagai norma hukum yang mampu menumbuhkan sikap yang bertanggug jawab, serta peningkatan kualitas atau mutu pelaku usaha makanan.

Menurut UU No. 8 Tahun 1999, Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen. Sesuai dengan Pasal 1 Butir 2 UU No.8 Tahun 1999, menekankan bahwa Konsumen atau konsumen akhir (ultimade consumer) adalah pengguna atau pemanfaat akhir suatu produk. Adapun pengertian Konsumen akhir menurut Nasution adalah “ setiap orang yang mendapatkan barang atau jasa yang tersedia dalam masyarakt, digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup pribadi, keluarga atau rumah tangganya, dan tidak untuk keperluan komersil. ” jika terjadi pelanggaran terhadap hak-hak konsumen oleh pelaku usaha makanan, maka konsumen dapat mengadukan keluhan kepada lembaga yang berwenang misalnya YLKI (Yayasan Perlindungan Konsumen Indonesia), seperti yang tercantum dalam UU No 8 Tahhun 1999 Pasal 45 ayat 1:

Setiap konsumen yang dirugikan bisa menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelakuu usaha atau melalui peradilan yang berada dilingkungan peradilan umum.


Konsumen dapat menyelesaikan segala sengketa yang menjadi perkara melalui beberapa lembaga seperti :

1.     BPSK (Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen)

2. Sub Direktor Pelayanan Pengaduan di Direktorat Perlindungan Konsumen (Departemen Perdagangan)

3.     Lembaga Perlidungan Konsumen Swadya Masyarakat (LPKSM)

Proses yang harus dijalani oleh Konsumen dalam menyampaikan pengaduan kepada Direktorat Pelayanan Pengaduan, setelah informasi konsumen telah dilakukan konfirmasi, maka pejabat yang bersangkutan akan melakukan analisis terhadap masalah yang diadukan, kemudian diadakan klarifikasi kepada konsumen dengan cara meminta bukti dan kronologi kejadian. Kemudian Pejabat bersangkutan mengadakan klarifikasi terhadap pelaku usaha mengenai tuduhan dan tidak ada titik kejelasan, maka akan dilakukan beberapa seperti adanya mediasi atau konsiliasi. Selain 3 lembaga yang telah diuraikan diatas, Menurut Peraturan Pemerintah No. 57 Tahun 2001 tentang Badan Perlindungan Konsumen Nasional maka dibentuk Badan Perlindungan Konsumen Nasional, BPKN merupakan lembaga Independen yang berfungsi memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah dalam upaya mengembangkan perlindungan konsumen di Indonesia. Tugas dari BKPN adalah sebagai berikut :

1.  Memberikan saran dan rekomendasi kepada pemerintah dalam rangka penyusunan kebijaksanaan di bidang perlindungan konsumen,

2. Melakukan penilitian dan pengkajian terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang perlindungan konsumen,

3. Melakukan penilitian terhadap barand dan jasas yang menyangkut keselamatan konsumen,

4.     Mendorong berkembangnya lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat,

5. Menyebarluaskan informasi melalui media mengenai perlindungan konsumen dan memasayarakatkan sikap keberpihakan kepada konsumen.

6. Menerima pengaduan tentang perlindungan konsumen dari masyarakat, lemabaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat atau pelaku usaha, dan

7.     Melakukan survei yang menyangkut kebutuhan konsumen.

Perlindungan konsumen adalah masalah yang sangat mendasar dalam pembangunan nasional sebuah negara dimana memerlukan seperangkat peraturan/ norma hukum sebagai upaya perlindungan konsumen dewasa ini, dengan menjamin adanya kepastian hukum kepada masyarakat. Menurut pasal 3 UU No. 8 Tahun 1999, tujuan dari perlindungan ini adalah :

  • Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri.
  • Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari akses negatif pemakaiaan barang dan atau jasa,
  • Meningkatkan pemberdayaan konsuen dalam emilih, menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen
  •   Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses memdapatkan informasi.
  • Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan ini sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggungjawab dalam usaha, 
  •   Meningkatkan kualitas barang dan atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan dan keselatan konsumen.
Adapun Asas perlindungan kkonsumen yang tertuang dalam Pasal 2 UU No. 8 Tahun 1999 adalah :

a. Asas Manfaat, Mengamanatkan bahwa segala upaya dalam Penyelenggaraan perlindungan ini harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi keuntungan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan,

b. Asas Keadilan, partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya seara adil,

c.  Asas keseimbangan, memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil ataupun spiritual,

d.  Asas keamanaan dan Keselamatan Konsumen, memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaiaan dan pemanfataan barang dan atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan,

e.  Asas Kepastian Hukum, baik pelaku usaha maupun konsumen mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta Negara menjamin kepastian hukum.

Hak adalah kepentingan hukum yang dilindungi, kepetingan yang dimaksudkan adalah tuntutan yang diharapkan untuk dipenuhi. Hak konsumen pada intinya untuk meraih kenyamanan, keamanan dan keselamatan konsumen, sebab 3 faktor tersebut merupakan hal paling utama dalam perlindungan konsumen. Perlindungan hak konsumen untuk menjamin bahwa suatu barang dan atau jasa yang dihendakinya berdasarkan atas keterbukaan informasi yang benar, jelas, dan jujur. Maka Hak konsumen dalam UU No. 8 Tahun 1999 Pasal 4, yakni :

1. Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam halmengkonsumsi barang dan atau jasa.

2. Hak untuk memilih barang dan atau jasa serta mendapatkan barang dan atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.

3.  Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan atau jasa.

4.     Hakuntuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan jasa yang digunakan

5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesiaan sengketa perlindungan konsumen secara patut.
     6.     Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen,

7.     Hak untuk diperlakukan atau dilayani secaa benar dan jujur serta tidak diskriminatif.

8.    Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi, dan atau penggantian, apabila barang dan jasa yang diteria tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.

9.     Hak-hak yang diatur dalam ketentuan perundang-undangan lainnya.


Sedangkan kewajiban konsumen diatur dalam pasal 5, yakni;

1.     Membaca tau engikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaiaan

2.     Beritikas baik dalam melakukan tranksaksi pembelian barang dan atau jasa;
3.     Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;

4.     Mengikuti upaya penyelesaiaan hukum sengketa konsumen secara patut;

Pelaku Usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi. Hak-hak pelaku Usaha sebagaimana diatur dalam Pasal 6 UU No. 8 Tahun 1999 adalah :

1. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan atau jasa yang diperdagangkan;

2. Hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik;

3. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaiaan hukum sengketa konsumen;

4. Hak untuk rehabilitas nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan atau jasa yang diperdagangkan.
5.     Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Sedangkan kewajiban pelaku usaha dalam ketentuan Pasal 7 UU No. 8 Tahun 1999 adalah;

  • Beritikas baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
  • Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan atau jasa serta emberi penjelasan penggunaan perbaikan dan pemeliharaan,
  • Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif,
  • Menjamin mutu barang dan atau jasa yang diproduksi dan atau diperdagankan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan atau jasa yang berlaku;
  • Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan atau mencoba barang dan atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan atau garansi atas barang yang dibuat dan atau diperdagangkan;
  • Memberi kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakian dan pemanfatan barang dan atau jasa yang diperdagangkan
  • Memberi kompensasi, ganti rugi dan atau jasa penggantian apabila barang dan atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

Dalam Upaya utuk melindungi hak-hak konsumen terhadap pelanggaran yang dilakukan pelaku usaha, UU No. 8 Tahun 1999 Tentang perlindungan Konsumen, Ada 10 Larangan bagi pelaku usaha sesuai dengan ketentuan Pasal 8 ayat (1) UUPK, yakni pelaku usaha dilarang memproduksi dan atau memperdagangkan barang dan atau jasa yang :

a. Tidak memenuhi tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

b. Tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau entiket barang tersebut.

c.  Tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya

d. Tidak sesuai dengan kondisi jaminan, keistimewaan atau kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang dan atau jasa tersebut

e.    Tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang dan atau jasa tersebut,

f.   Tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosipenjualan barang dan atau jasa tersebut,

g.   Tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu penggunaan/pemanfaatab yang paling baik atas barang tertentu;

h.   Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan “halal” yang dicantumkan dalam label;

i.   Tidak memasang label atatu embuat penjelasaan barang yang memuat nama barang, ukuran, berat/isi bersih atu netto, komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan lain untuk penggunaan yang menrurut ketentuan harus di pasang/dibuat;

j.  Tidak mencantumkan informasi dan atau petunjuk penggunaan barang dlam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Dari urain Hak-Kewajiban Konsuen dan Pelaku Usaha dapat dilihat bahwa terdapat hubungan feed back atau saling timbal balik. Hal ini menunjukan bahwa konsumen harus memenuhi kewajiban yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha, demikian pula dengan kewajiban konsumen harus dipenuhi dan diterima oleh pelaku usaha. Adanya hubungan timbal balik ini diharapkan akan menciptakan Peningkatan kualitas dan kuantitas Produk yang memberikan manfaat besar kepada seluruh Masyarakat suatu negara. Selanjutnya diperlukan adanya gerakan sosial mengenai pemberdayaan konsumen serta peningkatan kerjasama berbagai pihak, dimulai dari lembaga-lembaga pemerintah dan para pelaku usaha untuk menengakan perlindungan konsumen.
Sumber :  Wikipedia, Nia blog, Fahranirawaty Warandy