PEMBUATAN KEPUTUSAN DALAM LINGKUNGAN
PEMANUFAKTURAN MAJU
I. Perbedaan Manajemen Persediaan dengan JIT
(Just In Time)
Pengertian Just In Time (JIT)
Just In Time (JIT) merupakan filosofi pemanufakturan maju
yang dalam proses produksinya ditarik ke
dalam tindakan agar menghasilkan out put yang sesuai dengan jenis, jumlah, waktu, dan spesifikasi yang
diinginkan pelanggan, sehingga biaya operasional
dapat dieliminasi seminimal mungkin dan menuju persediaan mendekati nol (zero
inventory), karena Just In Time (JIT) menganggap bahwa persediaan merupakan sumber pemborosan.
Just In Time (JIT) adalah sebuah filosofi pemecahan
masalah secara berkelanjutan dan memaksa
yang mendukung produksi yang ramping (lean). Produksi yang ramping (lean production) memasok pelanggan persis
sesuai dengan keinginan pelanggan ketika
pelanggan menginginkanya, tanpa pemborosan, melalui perbaikan berkelanjutan.
Produksi lean dikendalikan oleh “tarikan” yang berupa
pesanan pelanggan. JIT adalah sebuah
ramuan utama dari produksi lean. Ketika diterapkan sebagai sebagai
strategi manufaktur yang menyeluruh, JIT
dan produksi lean menopang keunggulan bersaing
dan menghasilkan keuntungan keseluruhan yang lebih besar( Heizer dan
Render, 2005).
Sedangkan menurut Gaspersz (2004) konsep dasar system
produksi tepat waktu adalah memproduksi
output yang diperlukan pada waktu yang dibutuhkan dalam jumlah sesuai kebutuhan pelanggan, pada
setiap tahap proses dalam sistem produksi
dengan cara yang paling ekonomis dan paling efisien.
Falsafah dalam Just In Time (JIT) adalah berusaha untuk
mendapatkan kesempurnaan dengan berusaha
melakukan perbaikan terus-menerus untuk
mendapatkan yang terbaik, menghilangkan pemborosan dan ketidakpastian.
Tujuan utama dari JIT adalah
menghilangkan pemborosan dan konsistensi dalam meningkatkan produktivitas. Oleh
karena itu penggunaan istilah JIT seringkali diartikan dengan “zero
inventories”. JIT pada dasarnya berusaha menghilangkan semua biaya (pemborosan)
yang tidak memberikan nilai tambah terhadap produk yang dihasilkan.
Manfaat Just In Time (JIT) meliputi berkurangnya
persediaan yang harus dikendalikan, memperkecil jumlah produk yang cacat,
penghematan tenaga kerja, penghematan bahan baku, dapat segera mengetahui
kesalahan pekerja, kepekaan pekerja meningkat, laju keluaran lancar, jumlah
persediaan dan pekerja lebih kecil.
Tujuan Just In Time (JIT)
Tujuan
utama JIT adalah menghilangkan pemborosan melalui pebaikan terus menerus
(Continuous Improvement) pada dasarnya sistem produksi JIT mempunyai enam tujuan
dasar sebagai berikut (Gaspersz, 2004).
a.
Mengintegrasikan dan mengoptimumkan setiap langkah dalam proses
manufacturing
b.
Menghasilkan produk yang berkualitas sesuai keinginan pelanggan
c.
Menurunkan ongkos manufacturing secara terus menerus
d.
Menghasilkan produk hanya berdasarkan keinginan pelanggan
e.
Mengembangkan fleksibilitas manufacturing
f.
Mempertahankan komitmen tinggi untuk bekerjasama dengan pemasok dan pelanggan
Berdasarkan
tujuan Just In Time sistem JIT berbeda dengan sistem konvensional (tradisional)
seperti diperlihatkan dalam tabel berikut ini:
Untuk
mencapai tujuan JIT tersebut diperlukan asumsi sebagai berikut (Yamit, 2003):
a.
Ukuran lot kecil
b.
Konsisten kualitas tinggi
c.
Pekerja dapat diandalkan
d.
Persediaan menjadi minimum
e.
Mesin dapat diandalkan
f.
Rencana produksi stabil
g.
Kapasitas jadwal operasi
h.
Keseragaman
Prinsip-prinsip manajemen persediaan Just In
Time (JIT)
Menurut Gaspersz (2004:359) “Just In Time inventory
adalah persediaan minimum yang
diperlukan untuk tetap menjalankan system secara sempurna”. Ada banyak kebijakan, peraturan dan prosedur
manajemen persediaan yang merupakan
bagian dari JIT. Menurut Schniederjans (dalam Sulistyowati, 2006:16) terdapat
enam prinsip dasar yang sering digunakan dalam manajemen persediaan yang bisa
dikarakteristikan sebagai prinsip-prinsip manajemen persediaan JIT.
Prinsip-prinsip tersebut meliputi:
a. Mengurangi
ukuran lot dan meningkatkan frekuensi pemesanan. Dalam operasi JIT ukuran lot yang ideal adalah
satu. Dengan mengurangi ukuran lot disamping meningkatkan frekuensi pemesanan
juga untuk menyeimbangkan kebutuhan permintaan, mengurangi pemborosan dan
meningkatkan produktifitas.
b. Mengurangi persediaan pendukung (Buffer
Inventory). Dalam operasi JIT
dengan ukuran lot ideal satu dan tanpa buffer stock, kesalahan atau
kerusakan
akan ditemukan
dalam tahap perakitan berikutnya. Semakin cepat masalah
ditemukan
semakin cepat pula masalah tersebut bisa dipecahkan dan
mempercepat
saluran atau alur persediaan selanjutnya.
c. Mengurangi
biaya pembelian. Meningkatkan frekuensi pemesanan bisa
meningkatkan biaya tetap pemesanan. Ukuran
lot yang lebih kecil akan mengurangi
kemungkinan mendapatkan diskon pembelian dan meningkatkan biaya produk.
Dan lagi, keseluruhan JIT dalam menggunakan material persediaan biasanya
memerlukan pengemasan khusus yang juga meningkatkan biaya pembelian. Bagaimana
bisa sebuah operasi JIT mengurangi biaya pembelian? Ada banyak cara untuk
mengurangi untuk mengurangi biaya pembelian dalam operasi JIT, salah satu
caranya dimulai dari pemasok. Para pemakai konsep JIT mencoba mengurangi jumlah
pemasok sampai sedikit mungkin. Mereka mencari pemasok yang bisa mengontrol harga
dan pelayanan secara kuat. Kontrak jangka panjang dibiarakan agar bisa
memberikan fleksibilitas pemesanan. Sifat kontrak jangka panjang dan kontrol
oleh perusahaan dapat mengurangi faktor-faktor biaya pembelian yang bisa
meningkat selama menggunakan JIT. Pada waktu yang sama, operasi JIT mengurangi
birokrasi dengan mengurangi jumlah pemasok. Jumlah pemesanan yang lebih sedikit
juga bisa mengurangi dokumen-dokumen formal yang dibutuhkan dalam pengiriman
dengan jumlah lot yang besar.
d. Meningkatkan penanganan material.
Item-item persediaan operasi JIT dari pemasok harus dibagi kedalam unit atau
ukuran lot yang dibutuhkan dalam operasi. Ketidak seimbangan antara jumlah
bahan baku yang datang ke pabrik dengan kebutuhan pabrik akan menimbulkan
pemborosan yang tidak diinginkan. Selain itu ketidakseimbangan antara
pengiriman ke pelanggan dengan permintaan yang diinginkan pelanggan juga akan
menghasilkan permintaan yang tidak diinginkan. Tujuan ideal dalam sebuah sistem
JIT adalah dengan menempatkan feeder (pembantu) dan user proses dari material
yang dilanjutkan kepihak lain.
e. Mencapai
persediaan nol.
Persediaan dimanapun selalu membuang waktu, usaha
dan uang. Idle inventory yang ada dalam
departemen atau ditoko harus
dihilangkan. Persediaan dalam pengangkutan juga merupakan sebuah pemborosan. Hal ini menyisakan satu
alternatif, yaitu harus ada persediaan nol dalam operasi JIT. mungkin hal ini
terdengar seperti prinsip yang mustahil, tetapi jelas bahwa hal tersebut adalah
tujuan yang harus dicapai jika kita terus ingin mergurangi biaya persediaan.
Persediaan harus dikurangi atau dihilangkan jika memungkinkan untuk mengurangi
pemborosan yang tidak diinginkan dalam sebuah operasi.
f. Mencari pemasok yang bisa dipercaya. Kunci untuk membuat JIT bekerja adalah mempunyai
persedian just in time. Jika waktu pengiriman dari pemasok tidak dapat
dipercaya, sistem JIT akan menjadi kacau dengan keterlambatan yang merugikan.
Dalam operasi JIT, pemasok yang lebih sedikit diharapkan akan dapat menjalankan
pekerjaan dengan baik.
Walaupun
kontrak jangka panjang dan proporsi bisnis yang lebih besar dari perusahaan
membantu dalam mengontrol perilaku pemasok, hal tersebut tidak selalu menjamin
pengiriman tepat waktu. Beberapa pemasok bisa lebih dekat pada pelanggan
berdasarkan geografis untuk menjamin kepercayaannya.
Pembelian dalam JIT dan hubungan dengan
pemasok
Dalam sistem pembelian klasik, keputusan pembelian
didasarkan pada rumus economic order quantity (EOQ) untuk meminimumkan biaya
yang berarti berapa banyak unit persediaan yang dipesan dan kapan pesananan
tersebut harus disimpan. Banyak organisasi selama beberapa dekade mendasarkan
sistem persediaan mereka pada model EOQ. Bagi yang berganti dari EOQ ke model
JIT banyak yang memilih logical path dengan pergerakan yang pelan dan teratur
dari pemesanan dengan ukuran lot besar menjadi lebih kecil pada JIT. Hal ini
bukan hanya sesuai dengan prinsip-prinsip persediaan JIT, tetapi system dalam
JIT sebenarnya membantu dalam mendorong perubahan tersebut. Pengurangan di
semua bagian dari biaya angkut dimulai dengan menggunakan ukuran lot yang lebih
kecil dan metode-metode dalam JIT.
JIT dan Kanban
merupakan
metode lain untuk menentukan jumlah persediaan yang paling tepat bagi
perusahaan dalam mengelola kegiatan operasi.
Kanban Adalah catatan-catatan untuk mengendalikan
arus produksi dalam pabrik. Sistem kartu yang berisi catatan ini menunjukkan
instruksi bagi karyawan tentang apa yang harus diproduksi, jumlahnya, dan kapan
harus dikerjakan. Sistem Kanban digunakan untuk mengendaiikan produksi melalui
penggunaan tanda-tanda atau kartu-kartu sehingga dapat memastikan bahwa
komponen komponen atau bahan-bahan tersedia pada saat dibutuhkan. Tujuannya
adalah untuk efisiensi produksi dengan menekan jumlah bahan dalam proses dan
jangka waktu penyelesaian proses produksi.
Sistem
Kanban dasar menggunakan tiga kartu, yaitu:
1.
Kartu Penarikan (Withdrawl Kanban)
Kartu
ini digunakan untuk menentukan jumlah yang digunakan untuk proses selanjutnya
yang harus diambil dari proses sebelumnya.
2.
Kartu Produksi (Production Kanban)
Kartu
ini dipakai untuk menentukan jumlah yang harus diproduksi pada proses
sebelumnya.
3.
Kartu Penjual (Vendor Kanban)
Kartu
ini digunakan untuk memberitahu para pemasok agar mengirimkan komponen-komponen
atau bahan-bahan sejumlah tertentu dan menentukan kapan komponen-komponen atau
bahan-bahan tersebut diperlukan.
II. Model Keputusan Akuntansi Manajemen
Lingkungan Pemanufakturan Maju.
ABC ( Activity Based Costing ) Sistem
ABC sistem adalah konsep akuntansi yang menerapkan
pembebanan biaya terhadap aktivitas yang dilakukan untuk menghasilkan suatu
produk atau jasa. Sistem biaya berdasarkan aktivitas (ABC) pertama-tama
menelusuri biaya aktivitas dan kemudian produk. Asumsi yang mendasari adalah
bahwa aktivitas-aktivitas memakai sumber-sumber daya dan produk, sebagai
gantinya memakai aktivitas. Oleh sebab itu, ABC juga merupakan proses dua
tahap. Akan tetapi dalam sistem biaya ABC menekankan penelusuran langsung dan
penelusuran penggerak sedangkan sistem biaya tradisional cenderung intensif
alokasi. Fokus perhitungan biaya aktivitas adalah aktivitas. Oleh sebab itu,
mengidentifikasikan aktivitas haruslah menjadi tahap awal dalam perancangan
sistem perhitungan biaya berdasarkan aktivitas.
Pada awal perkembangannya, ABC System dimanfaatkan untuk
memperbaiki kecermatan perhitungan kos produk dalam perusahaan-perusahaan
manufaktur saja yang menghasilkan banyak produk, tapi pada perkembangan
selanjutnya ABC System tidak lagi terbatas pemanfaatannya hanya untuk
menghasilkan informasi kos produk yang akurat di dalam perusahaan manufaktur
saja, namun sekarang meluas pada perusahaan dagang dan perusahaan jasa, ABC
System juga sebagai sistem informasi untuk memotivasi personel dalam melakukan
improvement terhadap proses yang digunakan oleh perusahaan untuk menghasilkan
produk jasa/jasa bagi customer. Semua jenis perusahaan sekarang dapat
memanfaatkan ABC System sebagai sustem akuntansi biaya, baik untuk tujuan
pengurangan biaya (cost reduction) maupun untuk penghitungan kos produk/jasa
yang akurat.
Manfaat
dan Keunggulan dari Sistem Biaya Activity-Based Costing (ABC)
Manfaat
sistem biaya Avtivity-based Costing (ABC) bagi pihak manajemen perusahaan
adalah :
1. Suatu pengkajian sistem biaya ABC dapat
meyakinkan pihak manajemen bahwa mereka harus mengambil sejumlah langkah untuk
menjadi lebih kompetitif.
2. Pihak manajemen akan berada dalam suatu
posisi untuk melakukan penawaran kompetitif yang lebih wajar.
3. Sistem biaya ABC dapat membantu dalam
pengambilan keputusan (management decision making) membuat-membeli yang
manajemen harus lakukan, disamping itu dengan penentuan biaya yang lebih akurat
maka maka keputusan yang akan diambil oleh phak manajemen akan lebih baik dan
tepat.
4. Mendukung perbaikan yang
berkesinambungan (continius improvement), melalui analisa aktivitas, sistem ABC
memungkinkan tindakan eleminasi atau perbaikan terhadap aktivitas yang tidak
bernilai tambah atau kurang efisien.
5. Memudahkan Penentuan biaya-biaya yang
kurang relevan (cost reduction), pada sistem tradisional, banyak biaya-biaya
yang kurang relevan yang tersembunyi.
6. Dengan analisis biaya yang diperbaiki,
piliak manajemen dapat melakukan analisis yang lebih akurat mengenai volume
produksi yang diperlukan untuk mencapai impas (break even) atas produk yang
bervolume rendah.
Beberapa keunggulan dari sistem biaya Activity Based Costing
(ABC) dalam penentuan biaya produksi adalah sebagai berikut :
1. Biaya produk yang lebih realistik,
khususnya pada industri manufaktur teknologi tinggi dimana biaya overhead
adalah merupakan proporsi yang signifikan dari total biaya.
2. Semakin banyak overhead dapat
ditelusuri ke produk. Dalam pabrik yang modem, terdapat sejumlah akrivitas non
lantai pabrik yang berkembang. Analisis sistem biaya ABC itu sendiri memberi perhatian
pada semua aktivitas sehingga biaya aktivitas yang non lantai pabrik dapat
ditelusuri.
3. Sistem biaya ABC mengakui bahwa
aktivitaslah yang menyebabkan biaya (activities cause cost) bukanlah produk,
dan produklah yang mengkonsumsi aktivitas.
4. Sistem biaya ABC memfokuskan perhatian
pada sifat riil dari perilaku biaya dan membantu dalam mengurangi biaya dan
mengidentifikasi aktivitas yang tidak menambah nilai terhadap produk.
5. Sistem biaya ABC mengakui kompleksitas
dari diversitas produksi yang modem dengan menggunakan banyak pemacu biaya
(multiple cost drivers), banyak dari pemacu biaya tersebut adalah berbasis
transaksi (transaction-based) dari pada berbasis volume produk.
6. Sistem biaya ABC memberikan suatu
indikasi yang dapat diandalkan dari biaya produk variabel jangka panjang (long
run variabel product cost) yang relevan terhadap pengambilan keputusan yang
strategik.
7. Sistem biaya ABC cukup fleksibel untuk
menelusuri biaya ke proses, pelanggan, area tanggungjawab manajerial, dan juga
biaya produk.
Dasar-Dasar
Activity-Based Costing (ABC)
Dalam sistem biaya Activity Based Costing (ABC), produk
diartikan sebagai barang atau jasa yang berusaha dijual oleh perusahaan,
termasuk pelayanan kesehatan, asuransi, pinjaman bank, pelayanan konsultasi,
bensin, bioskop, roti, dan lain-lain. Semua produk tersebut diatas dihasilkan
melalui aktivitas perusahaan dan akrivitas inilah yang mengkonsumsi sumber
daya.
Biaya yang tidak dapat didistribusikan secara langsung
pada produk akan dibebankan pada aktivitas yang menyebabkan biaya tersebut
timbul. Biaya untuk tiap aktivitas ini kemudian dibebankan pada produk yang
bersangkutan.
Dasar-dasar sistem biaya ABC ini mencakup biaya produksi
tidak langsung, aktivitas, tujuan biaya (cost objective), dan pemacu biaya
(cost driver) dan kelompok biaya (cost pool).
Konsep Biaya Relevan
Informasi relevan merupakan faktor yang sangat berguna
didalam menghasilkan
keputusan
yang baik dan benar. Didalam mengambil keputusan yang tidak terstruktur (keputusan
khusus) informasi yang sangat penting adalah Biaya relevan dan Pendapatan
yang
relevan denan keputusan tersebut.
Biaya Relevan, ialah biaya yang dapat dihindari dan harus
selalu dipertimbangkan
didalam
setiap kali mengbil keputusan oleh manajemen. Definisi lainnya mengatakan
bahwa
biaya relevan ialah biaya yang akan terjadi dimasa datang dan jumlah berbeda
untuk
setiap alternatif yang akan dipilih. Dari kedua difinisi ini dapat diketahui
ciri-ciri
biaya
revan sbb:
a.
Biaya dapat dihindari dengan suatu keputusan manajemen
b.
Biaya tersebut belum terjadi
c.
Biaya yang akan terjadi itu nilai berbeda untuk setiap alternatif.
d.
Biaya tersebut benar-benar memberi pengaruh didalam keputusan
Untuk
menentukan biaya relevan dapat ditempuh sbb:
1.
Mengumpulkan seluruh biaya yang terkait dengan masing2 alternatif
2.
Meng-eliminasi biaya terbenam (sunk cost)
3.
Mengeliminir biaya yang jumlahnya tidak berbeda
Setelah
tiga tahap dilakukan maka sisanya merupakan biaya relevan.
Analisis Cost-Profit-Volume
Kegiatan pokok manajemen dalam perencanaan
perusahaan adalah memutuskan sekarang berbagai macam alternatif dan perumusan
kebijakan yang akan dilaksanakan di masa yang akan datang. Ukuran yang dipakai
untuk menilai berhasil atau tidaknya manajemen perusahaan adalah laba yang
diperoleh perusahaan laba terutama dipengaruhi oleh tiga faktor
: volume produk yang dijual, harga jual produk, dan biaya.
Biaya menentukan harga jual untuk mencapai tingkat
laba yang dikehendaki. Harga jual mempengaruhi volume
penjualan, volume
penjualan langsung mempengaruhi volume
produksi, dan volume produksi mempengaruhi biaya. Hubungan antara
biaya, volume, dan laba sangat penting dalam perencanaan jangka pendek yang
diperlukan oleh manajemen untuk menilai berbagai
kemungkinan yang berakibat laba akan datang.
Analisis C P V merupakan teknik perencanaan laba
jangka pendek atau dalam satu periode akuntansi tertentu dengan mendasarkan
analisanya pada variabilitas
penghasilan penjualan maupun biaya terhadap
volume kegiatan sehingga teknik-teknik tersebut akan dapat digunakan
dengan baik sebagai alat perencanaan laba dalam jangka pendek.
Dari laporan laba rugi yang disusun
menurut metode variabel costing tesebut, manajemen dapat memperoleh
berbagai parameter (gambaran sesuatu dalam bentuk angka) berikut ini :
1. Impas (Break-even)
2. Margin
of Safety (MOS)
3.
Shut - Down Point
4.
Degree of Operating Leverage
5.
Laba Kontribusi Per unit.
Rekayasa parameter untuk
perencanaan laba jangka pendek :
a. Impas (BEP)
adalah keadaan suatu
usaha yang tidak memperoleh laba dan tidak menderita rugi, dengan kata lain
pendapatan sama dengan biaya.
· Rumus perhitungan
penghasilan penjualan :
Yr
= p.x
dimana,
Yr = Total penghasilan penjualan
p
= Harga jual satuan
x
= Kuantitas penjualan
·
Rumus perhitungan biaya
dapat digunakan anggaran fleksibel :
Ye
= Fc + Vc .x
dimana,
Ye = Jumlah total biaya
Fc
= Jumlah total biaya tetap
Vc
= Biaya variabel satuan
x
= Kuantitas penjualan
· Rumus perhitungan
laba
I
= Yr – Ye
dimana, I = Laba
Yr = Jumlah total penghasilan penjualan
Ye = Jumlah total biaya
Saat I = 0,
terjadi Break Even Point
Di mana :
Fc
BEP(unit) =
--------- P - Vc disebut Batas Kontribusi Persatuan
P - Vc
Fc
BEP (rupiah)
= -------- 1 - Vc / p disebut Ratio Batas Kontribusi
Vc
1 - ----
p
Rumus penentuan Break even dapat
pula dipakai untuk perencanaan laba yang ingin dicapai oleh perusahaan, dengan
menggunakan rumus perhitungan laba :
I
= Yr - Ye
I
= p.x - Vc . x - Fc
sehingga :
Fc + I Kuantitas
penjualan harus dicapai pada tingkat
BEP (x) = ---------- laba
yang dianggarkan (I)
p - Vc
Fc + I Jumlah
rupiah penjualan harus dicapai pada
BEP (p.x)
= --------- laba yang dianggarkan (I)
p - Vc
b. Margin of Safety (MOS)
Menyatakan
berapa banyak penjualan boleh turun dari suatu angka penjualan yang
diharapkan supaya perusahaan tidak menderita.
* Rumus
MOS (rupiah)
MOS
= Budget Sales - Break even sales
* Rumus
MOS Ratio
Budget sales - Break even sales
MOS
Ratio = ------------------------------------- x 100%
Budget sales
c. Titik penutupan usaha (Shut
- Down Point)
Suatu usaha harus dihentikan
apabila pendapatan yang diperoleh tidak dapat menutup
biaya tetap tunainya (Cash cost atau out of pocket costs)
Contoh biaya tunai
: gaji pengawas pabrik dan biaya pemeliharaan
Contoh biaya
terbenam : biaya depresiasi, amortisasi dan deplesi
* Rumus :
Biaya tetap tunai
Titik
penutupan usaha : ---------------------------------
Contribution Margin Ratio
Titik
penutupan usaha dalam satuan produk
Biaya tetap tunai
Titik
penutupan usaha : --------------------------------------------
Pendapatan penjualan - Biaya variabel
d. Degree of Operating
Leverage (DOL)
Memberikan ukuran dampak perubahan pendapatan
penjualan terhadap laba bersih pada tingkat penjualan tertentu.
* Rumus
:
Laba Kontribusi
Degree
of Operating Leverage = ----------------------
Laba Bersih
e. Laba Kontribusi per unit
Merupakan selisih harga jual dengan biaya variabel per
unit untuk suatu produk. Merupakan andil atau kemmpuan suatu produk dalam
menutup biaya tetap perusahaan.
Illustrasi 1.
Penerbit Erlangga berniat memasarkan buku ‘Akuntansi
Manajemen’. Harga jual buku itu direncanakan Rp. 50.000 per eksemplar. Adapun
struktur biaya tiap eksemplar buku tersebut adalah :
Biaya Variabel per eksemplar :
Bahan
Baku Rp. 15.000
Biaya
Tenaga Kerja Langsung Rp. 10.000
Biaya
Overhead
Pabrik Rp. 2.000
Biaya
Pemasaran Rp. 3.000 +
Rp.
30.000
Biaya Tetap :
Biaya
Overhead
Pabri Rp. 5.000.000
Biaya
Pemasaran Rp. 15.000.000 +
Rp.
20.000.000
Analisa Laporan Segmen
Laporan Segmen
Laporan Segmen adalah laporan rugi laba yang menyajikan
informasi tentang laporan rugi laba untuk setiap segmen usaha. Dengan adanya
laporan segmen maka akan diketahui bagaimana kinerja dari masing-masing segmen
usaha tersebut. Output dari metode absorption berupa laporan rugi laba
konvensional memberikan informasi untuk penyusunan laporan segmen, maksudnya
laporan rugi laba konventional kita olah lagi dengan menggunakan analisa
perilaku biaya yang menghasilkan laporan segmen.
Lebih tepat dikatakan bahwa laporan rugi laba
konvensional menyajikan kinerja perusahaan dalam suatu periode tertentu secara
komprehensif atau umum. Lebih dari itu dalam penyusunannya digunakan metode
absorption atau full costing. Sedangkan laporan rugi laba segmen disusun dengan
menggunakan perilaku biaya yang menghasilkan kinerja perusahaan secara detail
untuk setiap segmen usaha. Untuk keperluan pengukuran kinerja manajer segmen
lebih tepat digunakan laporan rugi laba segmen daripada laporan rugi laba
konvensional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar