Versi Materi Oleh Ismawanto
Sistem perpajakan adalah cara yang digunakan oleh pemerintah untuk 
memungut atau menarik pajak dari rakyat dalam rangka membiayai 
pembangunan dan pengeluaran pemerintah lainnya.
Ciri dari corak sistem perpajakan di Indonesia berdasarkan undang-undang yang berlaku antara lain sebagai berikut.
a. Bahwa pemungutan pajak merupakan perwujudan dari pengabdian dan peran serta masyarakat untuk pembiayaan negara dan pembangunan nasional.
b. Tanggung jawab atas kewajiban pelaksanaan pemungutan pajak berada pada anggota masyarakat wajib pajak sendiri.
c. Anggota masyarakat wajib pajak diberi kepercayaan untuk menghitung, 
memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri pajak yang terutang 
(self assessment).
Oleh karena itu, pemerintah mengatur sistem perpajakan yaitu 
Undang-Undang Perpajakan yang baru, yang terdiri atas UU Nomor 16 tahun 
2000, UU Nomor 17 tahun 2000, UU Nomor 18 tahun 2000, dan UU Nomor 12 
tahun 1994 tentang perubahan atas UU Nomor 9 tahun 1994, UU Nomor 10 
tahun 1994, UU Nomor 11 tahun 1994, dan UU Nomor 12 tahun 1994.
a. Undang-Undang Nomor 16 tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Undang-undang ini berisi dua bab, yaitu:
1) Bab I mengenai pengertian dasar yang berkaitan dengan pajak dan perhitungan pajak.
Dalam UU ini berisi pengertian berikut.
a) Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungutan pajak dan pemotongan pajak tertentu.
b) Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan 
baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang 
meliputi perseroan lainnya, BUMN atau BUMD dengan nama Pendapatan Kena 
Pajak (PKP) dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana 
pension, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi masa, organisasi 
sosial politik, atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha 
tetap dan bentuk badan lainnya.
c) Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apapun yang 
dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang. Mengimpor 
barang, mengekspor barang, melakukan perdagangan, memanfaatkan barang 
tidak berwujud dari luar daerah pabean, melakukan usaha jasa, atau 
memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean.
d) Pengusaha kena pajak adalah pengusaha sebagaimana dimaksud diatas 
yang melakukan penyerahan barang kena pajak dan atau penyerahan jasa 
kena pajak yang dikenakan berdasarkan UU Pajak Pertambahan Nilai 1984 
dan perubahannya, tidak termasuk Pengusaha Kecil yang batasannya 
ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, kecuali pengusaha kecil 
yang memilih untuk dikukuhkan menjadi pengusaha kena pajak.
e) Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah nomor yang diberikan kepada 
wajib pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang 
dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas wajib pajak 
dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
f) Masa pajak adalah jangka waktu yang lamanya sama dengan 1 (satu) 
tahun takwim atau jangka waktu lain yang ditetapkan dengan Keputusan 
Menteri Keuangan paling lama 3 (tiga) bulan takwim.
g) Tahun pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun takwim kecuali bila 
wajib pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun takwim.
h) Bagian tahun pajak adalah bagian dari jangka waktu 1 (satu) tahun pajak.
i) Pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat, 
dalam masa pajak, dalam tahun pajak atau dalam bagian tahun pajak 
menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
j) Surat pemberitahuan adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan 
untuk melaporkan perhitungan dan atau pembayaran pajak, objek pajak dan 
atau bukan objek pajak, dan atau harta dan kewajiban, menurut ketentuan 
peraturan perundang-undangan perpajakan.
b. Undang-Undang Nomor 17 tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan
Pajak Penghasilan (PPh) adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek 
pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun 
pajak. Sementara itu, penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan 
ekonomis yang diterima, baik berasal dari Indonesia maupun luar 
Indonesia, yang dapat menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan.
1) Subjek Pajak Penghasilan
Subjek pajak meliputi:
a) - orang pribadi
- warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak
b) badan
c) bentuk usaha tetap, yaitu bentuk usaha yang digunakan oleh orang 
pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di 
Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau 
badan yang tidak didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia, untuk 
menjalankan usaha dan melakukan kegiatan di Indonesia Subjek pajak 
terdiri atas subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri.
a) Subjek pajak dalam negeri adalah:
- orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau orang pribadi 
yang berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 
bulan;
- badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia;
- warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak.
b) Subjek pajak luar negeri adalah:
- orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau berada di 
Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan dan 
badan yang menjalankan usaha;
- orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di
 Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, yang 
dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia.
2) Objek Pajak Penghasilan
Objek pajak penghasilan adalah penghasilan yang setiap tambahan 
kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang 
berasal dari Indonesia maupun dari luar negeri, yang dpaat dipakai untuk
 konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, 
dengan nama dan dalam Bentuk apapun, termasuk:
a) penggantian atau imbahan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam UU ini;
b) hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan dan penghargaan;
c) laba usaha;
d) keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta;
e) penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya;
f) bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang;
g) dividen dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari 
perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan pembagian SHU koperasi;
h) royalti;
i) sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
j) penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
k) keuntungan karena pembebasan utang;
l) keuntungan karena selisih kurs mata uang asing;
m) selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;
n) premi asuransi;
o) iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang 
terdiri dari wajib pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
p) tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak;
Pajak atas penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan-tabungan 
lainnya, penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lannya di bursa 
efek, penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah dan atau tabungan 
serta penghasilan tertentu lainnya, pengenaan pajaknya diatur dengan 
peraturan pemerintah.
3) Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 137/ PMK.03/2005 ditetapkan
 tanggal 30 Desember 2005, tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan 
Tidak Kena Pajak.
a) Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak disesuaikan menjadi sebagai berikut.
- Rp13.200.000,00 (tiga belas juta dua ratus ribu rupiah) untuk diri Wajib Pajak Orang Pribadi;
- Rp1.200.000,00 (satu juta dua ratus ribu rupiah) tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin;
- Rp13.200.00,00 (tiga belas juta dua ratus ribu rupiah) tambahan untuk 
seorang istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami;
- Rp1.200.000,00 (satu juta dua ratus ribu rupiah) tambahan untuk setiap
 anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan 
lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling 
banyak (3 (tiga) orang untuk setiap keluarga.
b) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mulai berlaku sejak tahun pajak 2006.
4) Tarif Pajak Penghasilan
Menurut UU Nomor 17 tahun 2000, tarif pajak yang ditetapkan atas 
penghasilan wajib pajak perseorangan (orang pribadi) dengan ketentuan 
sebagai berikut. Sementara itu, wajib pajak badan dalam negeri dan 
bentuk usaha tetap ditentukan sebagai berikut.
Sementara itu, wajib pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap ditentukan sebagai berikut.
Contoh Perhitungan Pajak Penghasilan
1) Jumlah Penghasilan Kena Pajak (PKP) Rp 120.000.000,00. Pajak Penghasilan terutang dihitung:
2) Seorang wajib pajak mempunyai penghasilan neto setiap tiga bulan Rp 24.320.000,00 wajib pajak tersebut berstatus kawin dan mempunyai 3 orang anak, sedangkan istrinya tidak mempunyai usaha. Dengan demikian perhitungan PPh sebagai berikut.
c. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa, serta Pajak Penjualan Atas Barang Mewah
1) Objek Pajak
Menurut Pasal 4, yang menjadi objek Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah:
a) penyerahan barang kena pajak di dalam daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha,
b) impor barang kena pajak,
c) penyerahan jasa kena pajak yang dilakukan di dalam daerah pabean oleh pengusaha,
d) pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean,
e) pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean,
f) ekspor barang kena pajak oleh pengusaha kena pajak.
Menurut Pasal 5, di samping pengenaan PPN, dikenakan juga Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM), yaitu:
a) penyerahan barang kena pajak yang tergolong mewah yang dilakukan oleh pengusaha yang menghasilkan barang kena pajak yang tergolong mewah tersebut di dalam daerah pabean dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya,
b) impor barang kena pajak yang tergolong mewah.
2) Tarif PPN dan PPn BM
Menurut Pasal 7 UU Nomor 11 Tahun 2000, tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah:
a) tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah 10% (sepuluh persen),
b) tarif Pajak Pertambahan Nilai atas Ekspor Barang Kena Pajak adalah 0% (nol persen),
c) dengan peraturan pemerintah, tarif pajak dapat diubah serendah-rendahnya 5% (lima persen) dan setinggi-tingginya 15% (lima belas persen).
Tarif Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPn BM), menurut Pasal 8, adalah:
a) tarif Pajak Penjualan Atas Barang Mewah serendahrendahnya 10% (sepuluh persen) dan setinggitingginya 75% (tujuh puluh lima persen),
b) atas ekspor barang kena pajak yang tergolong mewah dikenakan pajak dengan tarif 0% (nol persen),
c) dengan peraturan pemerintah ditetapkan kelompok barang kena pajak yang tergolong mewah yang dikenakan PPn BM,
d) macam dan jenis barang yang dikenakan PPn BM atas barang kena pajak yang tergolong mewah ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
d. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah pajak pusat yang hasil pemungutannya diserahkan ke pemerintah daerah, untuk membiayai pembangunan di wilayahnya.
1) Objek PBB
Objek pajak dalam Pajak Bumi dan Bangunan adalah bumi dan atau bangunan. Sementara itu, objek pajak yang tidak dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan adalah:
a) Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan.
b) Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala atau yang sejenis dengan itu.
c) Merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum dibebani hak.
d) Digunakan oleh perwakilan diplomat, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik.
e) Digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditentukan oleh Menteri Keuangan.
2) Tarif PBB
Tarif PBB yang dikenakan pada objek pajak adalah 0,5% dari Nilai Jual Objek Kena Pajak (NJOKP). Dan besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) ditetapkan sebesar Rp8.000.000,00 untuk setiap wajib pajak.
Adapun dasar pengenaan PBB adalah sebagai berikut.
a) Dasarnya adalah nilai jual objek pajak.
b) Besarnya nilai jual objek pajak ditetapkan 3 tahun sekali oleh Menteri Keuangan, kecuali untuk daerah tertentu ditetapkan setiap tahun sesuai dengan perkembangan daerahnya.
c) Dasar perhitungan pajak adalah Nilai Jual Objek Pajak Kena Pajak (NJOPKP) yang ditetapkan serendahrendahnya 20% dan setinggi-tingginya 100% dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).
d) Besarnya nilai jual kena pajak ditetapkan dengan peraturan pemerintah dengan memperhatikan kondisi ekonomi nasional.
3) Pembagian Hasil Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan
Pembagian hasil penerimaan PBB diatur dalam Peraturan Pemerintah, namun 
pada garis besarnya penerimaan tersebut dibagi antara pemerintah pusat 
dan pemerintah daerah. Ketentuan besarnya persentase (%) dan urutan 
pembagian hasil penerimaan PBB antara pemerintah pusat dan pemerintah 
daerah adalah sebagai berikut.
a) Hasil penerimaan PBB merupakan penerimaan Negara (100%).
b) 10% dari hasil penerimaan PBB, untuk pemerintah pusat dan disetor ke kas negara.
c) 90% dari hasil penerimaan PBB, untuk pemerintah daerah.
d) 90% untuk pemerintah daerah tersebut masih harus dikurangi dengan 10%
 untuk biaya pemungutan. Sisanya: - Untuk Pemerintah Daerah Tk I 20%
- Untuk Pemerintah Daerah Tk II 80%
e. Peraturan Pemerintah RI Nomor 24 Tahun 2000 tentang Bea Meterai
Berdasarkan peraturan pemerintah tersebut, besarnya bea meterai ditentukan sebagai berikut.
1) Surat perjanjian, akta notaris, akta PPAT, surat lamaran sebesar Rp 6.000,00.
2) Dokumen nominal Rp 250.000,00 – Rp 1.000.000,00 sebesar Rp 3.000,00 lebih dari Rp 1.000.000,00 sebesar Rp 6.000,00.
3) Cek dan bilyet giro sebesar Rp 3.000,00.
Sebagai gambaran tentang besarnya penerimaan dari pajak negara, berikut ini disajikan perkembangan penerimaan beberapa jenis pajak-pajak negara dari tahun 2006–2007.
 
Sumber : http://ssbelajar.blogspot.sg/2012/03/cara-menghitung-pajak.html






 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar